Pada
zaman penjajahan Belanda, di Kota Madiun hanya ada sekolah setingkat SMP yakni
MULO (Meer Uidgebreide Onderwij) yang berada di Jalan Pengadilan sekarang Jalan
Kartini. Pada saat itu persyaratan menjadi siswa SMP (MULO) memang dipersulit,
hanya anak orang-orang tertentu saja, misal: wedono, mantri, ningrat, sehingga
kesempatan bagi rakyat biasa tidak ada peluang yang dapat diterima walaupun
banyak para pemuda yang ingin belajar.
Setelah
kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintah Kota Madiun berhasil
mendirikan suatu SMP baru yang disebut SMP Kota yang gedungnya menempati bekas
gedung HCS (Hoolandch Chinnessch School) sekolah yang hanya untuk orang Belanda
dan China. Dengan berdirinya SMP Kota tersebut merupakan kebahagiaan bagi
masyarakat Madiun, sebab kesempatan untuk menuntut ilmu terbuka. Walaupun belum
menampung semua lulusan Sekolah Rakyat (SR) pada waktu itu.
SMP Kota
akhirnya diambil oleh kementrian P dan K yang saat itu dijabat oleh Mr. Ali
Sastroamijoyo dari tangan Pemerintah Kota, dengan SK No. 5103/B, tanggal 17
Agustus 1946 kemudian diganti nama SMP 2 Madiun yang diresmikan pada tanggal 17
September 1946, dibawah pembinaan yang pertama Bapak SOETJIPTO. Sehingga HUT
SMP 2 Madiun selalu diperingati tanggal 17 September setiap tahunnya sampai
sekarang.
Pada tahun
1947 terjadi penyerangan Belanda yang dsebut AGRESI BELANDA I pada waktu itu
Kota Madiun dibanjiri pengungsi dari Surabaya dan sekitarnya karena Kota
Surabaya menjadi sasaran utama dari penyerangan Belanda. Di antara pengungsi
juga banyak pelajar yang akhirnya ditampung di SMP 2 Madiun. Dengan semangat
para pelajar ingin membela Negara dan Bangsa, maka tergerak membentuk organisasi
yang dinamakan IKATAN PELAJAR INDONESIA (IPI) kemudian diadakan konggres
pelajar di Malang tahun 1946 berubahlah dari IPI menjadi TRIP (Tentara Republik
Indonesia Pelajar).
Pada
perkembangan selanjutnya oleh Wali Kota Madiun mengizinkan gedung SMP 2 menjadi
markas bagi TRIP maka dari itulah muncul sebutan baru bagi SMP 2 yaitu SMP
PERTAHANAN. Dikarenakan sebagian besar siswanya adalah anggota TRIP yang
berjiwa patriot untuk mempertahankan kemerdekaan RI, bertempat tinggal, belajar
sambil berjuang angkat senjata. Agresi Belanda ke I belum reda, disusul tragedi
Nasional tanggal 18 September 1948 yaitu Perebutan Kekuasaan oleh Pemberontakan
PKI Muso di Kota Madiun. Situasi Kota Madiun kacau, banyak gangguan dan
hambatan, bahkan gedung SMP 2 Madiun kelihatan kosong, kegiatan belajar tetap
berjalan walaupun di berbagai tempat.
Pada saat itu
para pelajar yang termasuk tentara yang disebut TRIP yang bermarkas di gedung
SMP 2 Madiun menjadi incaran juga. Peristiwa ini merupakan catatan yang sangat
berharga bagi bangsa Indonesia, begitu besarnya semangat para pelajar yang
berjiwa patriotik, dengan gigih dan berani menentang bahkan mengangkat senjata
untuk melawan musuh pengkhianat kesatuan bangsa, mengikis habis terhadap
pemberontakan Komunis di Indonesia.
Bahkan di
antara pemuda TRIP ada yang gugur tepatnya di halaman SMP 2 Madiun sebagai
pahlawan bangsa yaitu MOELJADI pada tanggal 21 September 1948 sedangkan
beberapa temannya dibunuh di Desa Kresek Kabupaten Madiun dan untuk
mengenangnya diabadikan monumen Perjuangan MASTRIP yang berada di Jalan Mastrip
berupa Patung MOELJADI berdiri tegak mengangkat senjata dan Tugu Monumen di
halaman SMP 2 Madiun.
Redanya
pemberontakan PKI, muncul peristiwa lagi yakni Agresi Belanda II, tepatnya
tanggal 19 Desember 1948. Pada saat itu para pemuda benar-benar ingin
menunjukkan darma bhaktinya kepada Nusa dan Bangsa ikut angkat senjata.
Walaupun mengalami kendala dan kesulitan mereka tetap berjuang sampai titik
darah penghabisan sekalipun. Semangat inilah yang harus di warisi oleh generasi
sekarang khususnya siswa-siswi SMP Negeri 2 Madiun.
Sumber : Wikipedia
0 komentar:
Post a Comment